A. Prestasi Belajar
1. Definisi prestasi belajar
Istilah prestasi belajar terdiri
dari dua suku kata, yaitu prestasi dan belajar. Istilah prestasi
di dalam Kamus Ilmiah Populer (Adi Satrio, 2005: 467) didefinisikan sebagai
hasil yang telah dicapai. Noehi Nasution (1998: 4) menyimpulkan bahwa belajar
dalam arti luas dapat diartikan sebagai suatu proses yang memungkinkan
timbulnya atau berubahnya suatu tingkah laku sebagai hasil dari terbentuknya respon
utama, dengan syarat bahwa perubahan atau munculnya tingkah baru itu bukan
disebabkan oleh adanya kematangan atau oleh adanya perubahan sementara karena
sesuatu hal.
Sementara itu Muhibbin Syah (2008:
90-91) mengutip pendapat beberapa pakar psikologi tentang definisi belajar, di
antaranya adalah:
a. Skinner, seperti yang dikutip
Barlow dalam bukunya educational Psychology : The Teaching-Learning Process,
berpendapat bahwa belajar adalah suau proses adaptasi atau penyesuaian
tinkah laku yang berlangsung secara progresif (a process of progressive
behavior adaptation). Berdasarkan eksperimennya, B.F. Skinner percaya bahwa
proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi
penguat (reinforce).
b. Dalam Dictionary of Psychology,
Chaplin memberikan batasan belajar dengan dua rumusan. Rumusan pertama berbunyi
: …..acquisition of any relatively permanent change in behavior as a result
of practice and experience. Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku
yang relative menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Rumusan kedua : ..process
of acquiring responses as a result of special practice, belajar adalah
proses memperoleh respon-respon ebagai akibat adanya latihan khusus.
c. Hintzman dalam bukunya The
Psychology of Learning and Memory berpendapat Learning is change in organism
due to experience which can affect the organism’s behavior. Artinya, belajar
adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organism (manusia dan hewan)
disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organism
tersebut. Jadi, dalam pandangan Hitzman, perubahan yang ditimbulkan oleh
pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila mempengaruhi
organisme.
d. Wittig dalam bukunya, Psychology
of Learning, Wittig mendefinisikan belajar sebagai : any relatively permanent
change in an organisme’s behavioral repertoire that occurs as a result of
experience. Belajar ialah perubahan yang relative menetap terjadi dalam segala
macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman.
e. Reber dalam kamusnya, Dictionary
of Psychology, membatasi belajar dengan dua macam definisi. Pertama, belajar
adalah The process of accuiring knowledge, yakni proses memperoleh
pengetahuan. Pengertian ini biasanya lebih sering dipakai dalam pembahasan
psikologi kognitif yang oleh sebagian ahli dipandang kuran representatif karena
tidak mengikutsertakan perolehan keterampilan nonkognitif.Kedua, belajar
adalah A relatively permanent change in respons potentiality which occurs as
a result of reinforced practise, yakni suatu perubahan kemampuan bereaksi
yang relatif permanen sebagai hasil latihan yang diperkuat. Dalam definisi ini
terdapat empat macam istilah yang esensial dan perlu disoroti untuk memahami
proses belajar, yakni :
- Relatively permanent, yang secara umum menetap
- Respons Potentiality, kemampuan bereaksi
- Reinforce, penguatan
- Practise, praktik atau latihan
f. Biggs dalam pendahuluan Teaching
of Learning, Biggs mendefinisikan belajar dalam tiga rumusan, yaitu :
rumusan kuantitatif; rumusan institusional; rumusan kualitatif. Dalam
rumusan-rumusan ini, kata-kata seperti perubahan dan tigkah laku tidak lagi
disebut secara eksplisit mengingat kedua istilah ini sudah menjadi kebenaran
umum yang diketahui semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan.
Secara kuantitatif (ditinjau dari
sudut jumlah), belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan
kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Jadi, belajar dalam hal ini dipandang
dari sudut berapa banyak materi yang dikuasai siswa.
Secara institusional (tinjauan
kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses “validasi” atau pengabsahan
terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang telah ia pelajari. Bukti
institusional yang menunjukan siswa telah belajar dapat diketahui sesuai dengan
proses mengajar. Ukurannya semakin baik mutu guru mengajar akan semakin baik
pula mutu perolehan pelaku belajar yang kemudian dinyatakan dalam skor.
Adapun pengertian belajar secara
kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman
serta cara-cara menafsirkan dunia disekeliling pelaku belajar. Belajar dalam
pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang
berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi
pelaku belajar.
Abu Muhammad Ibnu Abdullah (2008),
beliau mengutip pendapat beberapa pakar dalam menjabarkan pengertian belajar,
di antaranya adalah sebagai berikut:
a. W.S. Winkel (1991: 36) dalam
bukunya yang berjudul Psikologi Pengajaran. Menurutnya, pengertian
belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi
aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai-nilai sikap. Perubahan itu
bersifat secara relatif konstan dan berbekas”.
b. S. Nasution MA (1982: 68)
mendefinisikan belajar sebagai perubahan kelakuan, pengalaman dan latihan. Jadi
belajar membawa suatu perubahan pada diri individu yang belajar. Perubahan itu
tidak hanya mengenai sejumlah pengalaman, pengetahuan, melainkan juga membentuk
kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, minat, penyesuaian diri. Dalam hal ini
meliputi segala aspek organisasi atau pribadi individu yang belajar.
c. Sedangkan Mahfud Shalahuddin
(1990: 29) dalam buku: Pengantar Psikologi Pendidikan, mendefinisikan
belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku melalui pendidikan atau
lebih khusus melalui prosedur latihan. Perubahan itu sendiri berangsur-angsur
dimulai dari sesuatu yang tidak dikenalnya, untuk kemudian dikuasai atau
dimilikinya dan dipergunakannya sampai pada suatu saat dievaluasi oleh yang
menjalani proses belajar itu.
d. Supartinah Pakasi (1981: 41)
dalam buku: “Anak dan Perkembangannya,” mengatakan pendapatnya antara
lain: 1) Belajar merupakan suatu komunikasi antar anak dan lingkungannya; 2)
Belajar berarti mengalami; 3) Belajar berarti berbuat; 4) Belajar berarti suatu
aktivitas yang bertujuan; 5) Belajar memerlukan motivasi; 6) Belajar memerlukan
kesiapan pada pihak anak; 7) Belajar adalah berpikir dan menggunakan daya
pikir; dan
Belajar bersifat
integratif.”

Bertolak dari berbagai definisi yang
telah diuraikan para pakar tersebut, secara umum belajar dapat dipahami sebagai
suatu tahapan perubahan seluruh tingkah laku inividu yang relatif menetap (permanent)
sebagai hasil pengalaman. Sehubungan dengan pengertian itu perlu ditegaskan
bahwa perubahan tingkah laku yang timbul akibat proses kematangan
(maturation), keadaan gila, mabuk, lelah, dan jenuh tidak dapat dipandang
sebagai hasil proses belajar.
Berdasarkan hal tersebut dapat
diambil sebuah kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah
laku individu yang relatif menetap (permanent) sebagai hasil atau akibat
dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses
kognitif, afektif dan psikomotor.
Istilah menetap (permanent) dalam
definisi ini mensyaratkan bahwa segala perubahan yang bersifat sementara tidak
dapat disebut sebagai hasil atau akibat dari belajar. Demikian pula istilah
pengalaman, ia menafikan keterkaitan antara belajar dengan segala tingkah laku
yang merupakan hasil dari proses kematangan (maturation) fisik atau
psikis. Sehingga kemampuan-kemampuan yang disebabkan oleh kematangan fisik atau
psikis tidak dapat disebut sebagai hasil dari belajar.
Adapun yang dimaksud dengan prestasi
belajar atau hasil belajar menurut Muhibbin Syah, sebagaimana yang dikutip oleh
Abu Muhammad Ibnu Abdullah (2008) adalah “taraf keberhasilan murid atau santri
dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah atau pondok pesantren yang
dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah
materi pelajaran tertentu”.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan prestasi belajar adalah “penguasaan
pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya
ditunjukan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru”.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut
dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah tingkat keberhasilan yang
dicapai dari suatu kegiatan atau usaha yang dapat memberikan kepuasan emosional,
dan dapat diukur dengan alat atau tes tertentu.
Adapun dalam penelitian ini yang
dimaksud prestasi belajar adalah tingkat keberhasilan peserta didik setelah
menempuh proses pembelajaran tentang materi tertentu, yakni tingkat penguasaan,
perubahan emosional, atau perubahan tingkah laku yang dapat diukur dengan tes
tertentu dan diwujudkan dalam bentuk nilai atau skor.
2. Jenis dan indikator prestasi
belajar
Prestasi belajar pada dasarnya
adalah hasil akhir yang diharapkan dapat dicapai setelah seseorang belajar.
Menurut Ahmad Tafsir (2008: 34-35), hasil belajar atau bentuk perubahan tingkah
laku yang diharapkan itu merupakan suatu target atau tujuan pembelajaran yang
meliputi 3 (tiga) aspek yaitu: 1) tahu, mengetahui (knowing); 2)
terampil melaksanakan atau mengerjakan yang ia ketahui itu (doing); dan
3) melaksanakan yang ia ketahui itu secara rutin dan konsekwen (being).
Adapun menurut Benjamin S. Bloom,
sebagaimana yang dikutip oleh Abu Muhammad Ibnu Abdullah (2008), bahwa hasil
belajar diklasifikasikan ke dalam tiga ranah yaitu: 1) ranah kognitif (cognitive
domain); 2) ranah afektif (affective domain); dan 3) ranah
psikomotor (psychomotor domain).
Bertolak dari kedua pendapat
tersebut di atas, penulis lebih cenderung kepada pendapat Benjamin S. Bloom.
Kecenderungan ini didasarkan pada alasan bahwa ketiga ranah yang diajukan lebih
terukur, dalam artian bahwa untuk mengetahui prestasi belajar yang dimaksudkan
mudah dan dapat dilaksanakan, khususnya pada pembelajaran yang bersifat formal.
Sedangkan ketiga aspek tujuan pembelajaran yang diajukan oleh Ahmad Tafsir
sangat sulit untuk diukur. Walaupun pada dasarnya bisa saja dilakukan
pengukuran untuk ketiga aspek tersebut, namun ia membutuhkan waktu yang tidak
sedikit, khususnya pada aspek being, di mana proses pengukuran aspek ini
harus dilakukan melalui pengamatan yang berkelanjutan sehingga diperoleh
informasi yang meyakinkan bahwa seseorang telah benar-benar melaksanakan apa
yang ia ketahui dalam kesehariannya secara rutin dan konsekuen.
Berdasarkan hal tersebut, maka
penulis berkesimpulan bahwa jenis prestasi belajar itu meliputi 3 (tiga) ranah
atau aspek, yaitu: 1) ranah kognitif (cognitive domain); 2) ranah
afektif (affective domain); dan 3) ranah psikomotor (psychomotor
domain).
Untuk mengungkap hasil belajar atau
prestasi belajar pada ketiga ranah tersebut di atas diperlukan patokan-patokan
atau indikator-indikator sebagai penunjuk bahwa seseorang telah berhasil meraih
prestasi pada tingkat tertentu dari ketiga ranah tersebut. Dalam hal ini
Muhibbin Syah (2008: 150) mengemukakan bahwa:
kunci pokok untuk memperoleh ukuran
dan data hasil belajar siswa sebagaimana yang terurai di atas adalah mengetahui
garis-garis besar indikator (penunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan
dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur.
Pengetahuan dan pemahaman yang
mendalam mengenai indikator-indikator prestasi belajar sangat diperlukan ketika
seseorang akan menggunakan alat dan kiat evaluasi. Muhibbin Syah (2008: 150)
mengemukakan bahwa urgensi pengetahuan dan pemahaman yang mendalam mengenai
jenis-jenis prestasi belajar dan indikator-indikatornya adalah bahwa pemilihan
dan pengunaan alat evaluasi akan menjadi lebih tepat, reliabel, dan valid.
Selanjutnya agar lebih mudah dalam
memahami hubungan antara jenis-jenis belajar dengan indikator-indikatornya,
berikut ini penulis sajikan sebuah tabel yang disarikan dari tabel jenis,
indikator, dan cara evaluasi prestasi (Muhibbin Syah, 2008: 151).
Tabel 1
Jenis dan Indikator Prestasi Belajar
No
|
Jenis Prestasi Belajar
|
Indikator Prestasi Belajar
|
1
|
Ranah Cipta (Kognitif)
a. Pengamatan
b. Ingatan
c. Pemahaman
d. Penerapan
e. Analisis (pemeriksaan dan
pemilahan secara teliti)
f. Sintesis (membuat panduan baru
dan utuh)
|
§ Dapat menunjukkan
§ Dapat membandingkan
§ Dapat menghubungkan
§ Dapat menyebutkan
§ Dapat menunjukkan kembali
§ Dapat menjelaskan
§ Dapat mendefinisikan dengan
lisan sendiri
§ Dapat memberikan contoh
§ Dapat menggunakan secara tepat
§ Dapat menguraikan
§ Dapat mengklasifikasikan/memilah-milah
§ Dapat menghubungkan
§ Dapat menyimpulkan
§ Dapat menggeneralisasikan
(membuat prinsip umum)
|
2
|
Ranah Rasa (Afektif)
a. Penerimaan
b.Sambutan
c. Apresiasi (sikap menghargai)
d.Internalisasi (pendalaman)
e. Karaktirasasi
|
§ Mengingkari
§ Melembagakan atau meniadakan
§ Menjelmakan dalam pribadi dan
perilaku sehari-hari)
|
3
|
Ranah Karsa (Psikomotor))
a. Keterampilan bergerak dan
bertindak
b. Kecakapan kespresi verbal dan
nonverbal
|
§ Mengkoordinasikan gerak mata,
tangan, kaki, dan anggota tubuh lainnya
§ Mengucapkan
§ Membuat mimik dan gerakan
jasmani
|
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar
Prestasi belajar di sekolah sangat
dipengaruhi oleh kemampuan umum kita yang diukur oleh IQ, IQ yang tinggi dapat
meramalkan kesuksesan prestasi belajar. Namun demikian pada beberapa kasus, IQ
yang tinggi ternyata tidak menjamin kesuksuksesan seseorang dalam belajar dan
hidup bermasyarakat.
IQ bukanlah satu-satunya faktor
penentu kesuksesan prestasi belajar seseorang. Ada“Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Prestasi Belajar Anak dan Kurikulum Berbasis Komputensi di Sekolah
Dasar” faktor-faktor lain yang turut andil mempengaruhi perkembangan
prestasi belajar. Sehubungan dengan hal tersebut, pada kegiatan Seminar Sehari
tentang , diperoleh kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar adalah antara lain sebagai berikut: 1) pengaruh pendidikan dan
pembelajaran unggul; 2) perkembangan dan pengukuran otak; dan 3) kecerdasan
(intelegensi) emosional (http://ditptksd.go.id, 2008).
Sementara itu, Sunarto (2009)
mendeskripsikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar dan
mengklasifikasikannya menjadi dua bagian, yaitu: 1) faktor-faktor intern; dan
2) faktor-faktor ekstern.
Faktor-faktor intern, yakni
faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang dapat mempengaruhi
prestasi belajarnya. Di antara faktor-faktor intern yang dapat mempengaruhi
prestasi belajar seseorang adalah antara lain: 1) kecerdasan/intelegensi; 2)
bakat; 3) minat; 4) motivasi. Adapun faktor-faktor ekstern, yaitu faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang yang sifatnya berasal dari
luar diri seseorang tersebut. Yang termasuk faktor-faktor ini adalah antara lain:
1) keadaan lingkungan keluarga; 2) keadaan lingkungan sekolah; dan 3) keadaan
lingkungan masyarakat (Sunarto, 2009).
Kedua uraian pendapat tersebut di
atas kurang merepresentasikan kesemua faktor yang dapat mempengaruhi proses dan
prestasi belajar seseorang. Masih banyak faktor-faktor lain yang belum tercover
di dalamnya. Oleh karenanya, untuk melengkapi kedua pendapat tersebut, penulis
sajikan pandangan Muhibbin Syah mengenai hal tersebut. Menurut beliau,
faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar peserta didik di
sekolah, secara garis besar dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu :
a. Faktor internal (faktor dari
dalam diri peserta didik), yakni keadaan/kondisi jasmani atau rohani peserta
didik. Yang termasuk faktor-faktor internal antara lain adalah:
1) Faktor fisiologis
Keadaan fisik yang sehat dan segar
serta kuat akan menguntungkan dan memberikan hasil belajar yang baik. Tetapi
keadaan fisik yang kurang baik akan berpengaruh pada siswa dalam keadaan
belajarnya.
2) Faktor psikologis
Yang termasuk dalam faktor-faktor
psikologis yang mempengaruhi prestasi belajar adalah antara lain:
a) Intelegensi, faktor ini berkaitan
dengan Intellegency Question (IQ) seseorang
b) Perhatian, perhatian yang terarah
dengan baik akan menghasilkan pemahaman dan kemampuan yang mantap.
c) Minat, Kecenderungan dan
kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
d) Motivasi, merupakan keadaan
internal organisme yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu.
e) Bakat, kemampuan potensial yang
dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yag akan datang.
b. Faktor eksternal (faktor dari
luar peserta didik), yakni kondisi lingkungan sekitar peserta didik. Adapun
yang termasuk faktor-faktor ini antara lain yaitu :
1) Faktor sosial, yang terdiri dari:
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat
2) Faktor non sosial, yang meliputi
keadaan dan letak gedung sekolah, keadaan dan letak rumah tempat tinggal
keluarga, alat-alat dan sumber belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang
digunakan siswa. Faktor-faktor tersebut dipandang turut menentukan tingkat
keberhasilan belajar peserta didik di sekolah.
c. Faktor pendekatan belajar
(approach to learning), yakni jenis upaya belajar peserta didik yang meliputi
strategi dan metode yang digunakan peserta didik dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran (Muhibin Syah, 2008: 139).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar