Daftar Isi
Hal.
|
||
DAFTAR ISI
|
i
|
|
I
|
PENDAHULUAN
|
1
|
A. Latar Belakang
|
||
B. Landasan Penyempurnaan Kurikulum
|
||
1. Landasan Yuridis
|
2
|
|
2. Landasan Filosofis
|
3
|
|
3. Landasan Teoritis
|
4
|
|
4. landasan Empiris
|
7
|
|
C. Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum
|
9
|
|
II.
|
STRUKTUR KURIKULUM
|
|
A. Struktur Kurikulum SD
|
13
|
|
III.
|
STRATEGI IMPLEMENTASI
|
|
A. Implementasi Kurikulum
|
18
|
|
B. Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
|
19
|
|
C. Pengembangan Buku Siswa dan Pedoman Guru
|
19
|
|
D. Evaluasi Kurikulum
|
19
|
|
Lampiran:
|
||
1. Kompetensi Dasar SD Kelas I, II, III, IV, V, VI
|
||
2. Hasil Uji Publik
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa pembentukan Pemerintah Negara
Indonesia yaitu antara lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk
mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat (3)
memerintahkan agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang.
Perwujudan dari
amanat Undang-Undang Dasar 1945 yaitu dengan diberlakukannya Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang merupakan produk undang-undang
pendidikan pertama pada awal abad ke-21. Undang-undang ini menjadi dasar hukum
untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi,
desentralisasi, dan otonomi pendidikan yang menjunjung tinggi hak asasi
manusia. Sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, undang-undang tentang
sistem pendidikan nasional telah mengalami beberapa kali perubahan.
Pendidikan
nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan
sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga
negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan
proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Makna manusia yang
berkualitas, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yaitu manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Oleh karena
itu, pendidikan nasional harus berfungsi secara optimal sebagai wahana utama
dalam pembangunan bangsa dan karakter.
Penyelenggaraan
pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan proses
berkembangnya kualitas pribadi peserta didik sebagai generasi penerus bangsa di
masa depan, yang diyakini akan menjadi faktor determinan bagi tumbuh kembangnya
bangsa dan negara Indonesia sepanjang jaman.
Dari
sekian banyak unsur sumber daya pendidikan, kurikulum merupakan salah satu
unsur yang bisa memberikan kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses
berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Jadi tidak dapat disangkal lagi
bahwa kurikulum, yang dikembangkan dengan berbasis pada kompetensi sangat
diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi: (1)
manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang
selalu berubah; dan (2) manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri; dan
(3) warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Pengembangan dan
pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi merupakan salah satu strategi
pembangunan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
B.
LANDASAN PENYEMPURNAAN KURIKULUM
1. Landasan Yuridis
Secara
konseptual, kurikulum adalah suatu respon pendidikan terhadap kebutuhan
masyarakat dan bangsa dalam membangun generasi muda bangsanya. Secara
pedagogis, kurikulum adalah rancangan pendidikan yang memberi kesempatan untuk
peserta didik mengembangkan potensi dirinya dalam suatu suasana belajar yang
menyenangkan dan sesuai dengan kemampuan dirinya untuk memiliki kualitas yang
diinginkan masyarakat dan bangsanya. Secara yuridis, kurikulum adalah suatu
kebijakan publik yang didasarkan kepada dasar filosofis bangsa dan keputusan
yuridis di bidang pendidikan.
Landasan
yuridis kurikulum adalah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang
nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah
nomor 19 tahun 2005, dan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor
22 tahun 2006 tentang Standar Isi. [S1]
2. Landasan Filosofis
Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (UU RI nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Untuk mengembangkan dan membentuk
watak dan peradaban bangsa yang bermartabat, pendidikan berfungsi mengembangkan
segenap potensi peserta didik “menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggungjawab” (UU RI nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional maka
pengembangan kurikulum haruslah berakar pada budaya bangsa, kehidupan bangsa
masa kini, dan kehidupan bangsa di masa
mendatang.
Pendidikan
berakar pada budaya bangsa. Proses pendidikan adalah suatu proses pengembangan
potensi peserta didik sehingga mereka mampu menjadi pewaris dan pengembang
budaya bangsa. Melalui pendidikan berbagai nilai dan keunggulan budaya di masa lampau diperkenalkan, dikaji,
dan dikembangkan menjadi budaya dirinya, masyarakat, dan bangsa yang sesuai
dengan zaman dimana peserta didik tersebut hidup dan mengembangkan diri. Kemampuan menjadi pewaris dan pengembang
budaya tersebut akan dimiliki peserta didik apabila pengetahuan, kemampuan
intelektual, sikap dan kebiasaan, keterampilan
sosial memberikan dasar untuk secara
aktif mengembangkan dirinya sebagai individu, anggota masyarakat, warganegara,
dan anggota umat manusia.
Pendidikan
juga harus memberikan dasar bagi keberlanjutan kehidupan bangsa dengan segala
aspek kehidupan bangsa yang mencerminkan karakter bangsa masa kini. Oleh karena
itu, konten pendidikan yang mereka
pelajari tidak semata berupa prestasi besar bangsa di masa lalu tetapi juga
hal-hal yang berkembang pada saat kini dan akan berkelanjutan ke masa
mendatang. Berbagai perkembangan baru dalam ilmu, teknologi, budaya, ekonomi,
sosial, politik yang dihadapi masyarakat, bangsa dan umat manusia dikemas
sebagai konten pendidikan. Konten pendidikan dari kehidupan bangsa masa kini memberi
landasan bagi pendidikan untuk selalu terkait dengan kehidupan masyarakat dalam
berbagai aspek kehidupan, kemampuan berpartisipasi dalam membangun kehidupan bangsa
yang lebih baik, dan memosisikan pendidikan yang tidak terlepas dari lingkungan
sosial, budaya, dan alam. Lagipula, konten pendidikan dari kehidupan bangsa
masa kini akan memberi makna yang lebih berarti bagi keunggulan budaya bangsa
di masa lalu untuk digunakan dan dikembangkan sebagai bagian dari kehidupan masa kini.
Peserta
didik yang mengikuti pendidikan masa kini akan menggunakan apa yang
diperolehnya dari pendidikan ketika mereka telah menyelesaikan pendidikan 12
tahun dan berpartisipasi penuh sebagai warganegara. Atas dasar pikiran itu maka
konten pendidikan yang dikembangkan dari warisan budaya dan kehidupan masa kini perlu
diarahkan untuk memberi kemampuan bagi peserta didik menggunakannya bagi
kehidupan masa depan terutama masa dimana dia telah menyelesaikan pendidikan
formalnya. Dengan demikian sikap, keterampilan
dan pengetahuan yang menjadi konten pendidikan harus dapat digunakan untuk
kehidupan paling tidak satu sampai dua
dekade dari sekarang. Artinya, konten pendidikan yang dirumuskan dalam Standar
Kompetensi Lulusan dan dikembangkan dalam kurikulum harus menjadi dasar bagi
peserta didik untuk dikembangkan dan disesuaikan dengan kehidupan mereka
sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan warganegara yang produktif serta
bertanggungjawab di masa mendatang.
3. Landasan
Teoritis
Kurikulum
dikembangkan atas dasar teori pendidikan berdasarkan standar dan teori
pendidikan berbasis kompetensi.
Pendidikan berdasarkan standar
adalah pendidikan yang menetapkan standar nasional sebagai kualitas minimal
hasil belajar yang berlaku untuk setiap kurikulum. Standar kualitas nasional
dinyatakan sebagai Standar Kompetensi Lulusan. Standar Kompetensi Lulusan
tersebut adalah kualitas minimal lulusan suatu jenjang atau satuan pendidikan.
Standar Kompetensi Lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan (PP
nomor 19 tahun 2005).
Standar Kompetensi Lulusan
dikembangkan menjadi Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan yaitu SKL SD,
SMP, SMA, SMK. Standar Kompetensi Lulusan satuan pendidikan berisikan 3 (tiga) komponen yaitu
kemampuan proses, konten, dan ruang lingkup penerapan komponen proses dan
konten. Komponen proses adalah kemampuan minimal untuk mengkaji dan memproses konten menjadi
kompetensi. Komponen konten adalah dimensi kemampuan yang menjadi sosok manusia
yang dihasilkan dari pendidikan. Komponen ruang lingkup adalah keluasan lingkungan
minimal dimana kompetensi tersebut
digunakan, dan menunjukkan gradasi antara satu satuan pendidikan dengan satuan
pendidikan di atasnya serta jalur satuan pendidikan khusus (SMK, SDLB, SMPLB, SMALB).
Kompetensi adalah kemampuan seseorang untuk bersikap,
menggunakan pengetahuan dan keterampilan
untuk melaksanakan suatu tugas di sekolah, masyarakat, dan lingkungan dimana
yang bersangkutan berinteraksi.
Kurikulum dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya
bagi peserta didik untuk mengembangkan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan
untuk membangun kemampuan tersebut. Hasil dari pengalaman belajar tersebut
adalah hasil belajar peserta didik yang menggambarkan manusia dengan kualitas
yang dinyatakan dalam SKL.
Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU nomor 20 tahun 2003; PP nomor 19 tahun
2005). Kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang dirancang baik dalam
bentuk dokumen, proses, maupun penilaian
didasarkan pada pencapaian tujuan, konten dan bahan pelajaran serta
penyelenggaraan pembelajaran yang didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan.
Konten
pendidikan dalam SKL dikembangkan dalam bentuk kurikulum satuan pendidikan dan
jenjang pendidikan sebagai suatu rencana tertulis (dokumen) dan kurikulum
sebagai proses (implementasi). Dalam dimensi sebagai rencana tertulis,
kurikulum harus mengembangkan SKL menjadi
konten kurikulum yang berasal dari prestasi bangsa di masa lalu,
kehidupan bangsa masa kini, dan kehidupan bangsa di masa mendatang. Dalam
dimensi rencana tertulis, konten kurikulum tersebut dikemas dalam berbagai mata
pelajaran sebagai unit organisasi konten terkecil. Dalam setiap mata pelajaran
terdapat konten spesifik yaitu pengetahuan dan konten berbagi dengan mata
pelajaran lain yaitu sikap dan keterampilan. Secara langsung mata pelajaran menjadi sumber
bahan ajar yang spesifik dan berbagi untuk dikembangkan dalam dimensi proses
suatu kurikulum.
Kurikulum
dalam dimensi proses adalah realisasi ide dan rancangan kurikulum menjadi suatu
proses pembelajaran. Guru adalah tenaga kependidikan utama yang mengembangkan
ide dan rancangan tersebut menjadi proses pembelajaran. Pemahaman guru tentang
kurikulum akan menentukan rancangan guru (Rencana
Program Pembelajaran/RPP) dan
diterjemahkan ke dalam
bentuk kegiatan pembelajaran. Peserta didik berhubungan langsung dengan apa
yang dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran
dan menjadi pengalaman langsung peserta didik. Apa yang dialami peserta
didik akan menjadi hasil belajar pada dirinya dan menjadi hasil kurikulum. Oleh
karena itu proses pembelajaran harus memberikan kesempatan yang luas kepada
peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi hasil belajar yang
sama atau lebih tinggi dari yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi
Lulusan.
Kurikulum berbasis kompetensi
adalah “outcomes-based curriculum”
dan oleh karena itu pengembangan kurikulum diarahkan pada pencapaian kompetensi
yang dirumuskan dari SKL. Demikian pula penilaian hasil belajar dan hasil
kurikulum diukur dari pencapaian kompetensi. Keberhasilan kurikulum diartikan sebagai
pencapaian kompetensi yang dirancang dalam dokumen kurikulum oleh seluruh
peserta didik.
Karakteristik
kurikulum berbasis kompetensi adalah:
(1) Isi
atau konten kurikulum adalah kompetensi
yang dinyatakan dalam bentuk
Kompetensi Inti (KI) mata pelajaran dan dirinci lebih lanjut ke dalam Kompetensi Dasar
(KD).
(2) Kompetensi
Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi yang harus
dipelajari peserta didik untuk suatu
jenjang sekolah, kelas,
dan mata pelajaran
(3) Kompetensi
Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu mata
pelajaran di kelas tertentu.
(4) Penekanan
kompetensi ranah sikap, keterampilan kognitif, keterampilan psikomotorik,
dan pengetahuan untuk suatu satuan pendidikan dan mata pelajaran ditandai oleh
banyaknya KD suatu mata pelajaran. Untuk SD pengembangan sikap menjadi
kepedulian utama kurikulum.
(5) Kompetensi
Inti menjadi unsur organisatoris
kompetensi bukan konsep, generalisasi,
topik atau sesuatu yang berasal dari pendekatan “disciplinary–based curriculum” atau
“content-based curriculum”.
(6) Kompetensi
Dasar yang dikembangkan didasarkan pada
prinsip akumulatif, saling memperkuat dan memperkaya antar mata pelajaran.
(7) Proses
pembelajaran didasarkan pada upaya menguasai kompetensi pada tingkat yang
memuaskan dengan memperhatikan karakteristik konten kompetensi dimana
pengetahuan adalah konten yang bersifat tuntas
(mastery).
Keterampilan kognitif dan
psikomotorik adalah kemampuan
penguasaan konten yang dapat dilatihkan. Sedangkan sikap adalah kemampuan penguasaan konten
yang lebih sulit
dikembangkan dan memerlukan proses pendidikan yang tidak langsung.
(8) Penilaian
hasil belajar mencakup seluruh aspek kompetensi, bersifat formatif dan hasilnya
segera diikuti dengan pembelajaran remedial untuk memastikan penguasaan
kompetensi pada tingkat memuaskan (Kriteria
Ketuntasan Minimal/KKM dapat dijadikan
tingkat memuaskan).
4. Landasan
Empiris
Pada
saat ini perekonomian Indonesia terus tumbuh di tengah bayang-bayang resesi
dunia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 2005 sampai dengan 2008 berturut-turut
5,7%, 5,5%, 6,3%, 2008: 6,4%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2012
diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi negara- negara ASEAN sebesar 6,5 – 6,9 % (Agus D.W.
Martowardojo, dalam Rapat Paripurna DPR, 31/05/2012). Momentum pertumbuhan ekonomi ini harus terus
dijaga dan ditingkatkan. Generasi muda berjiwa
wirausaha yang tangguh, kreatif, ulet,
jujur, dan mandiri, sangat diperlukan
untuk memantapkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia di masa depan. Generasi seperti ini seharusnya tidak muncul karena
hasil seleksi alam, namun karena hasil gemblengan pada tiap jenjang satuan
pendidikan dengan kurikulum sebagai pengarahnya.
Sebagai
negara bangsa yang besar dari segi geografis, suku bangsa, potensi ekonomi, dan
beragamnya kemajuan pembangunan dari satu daerah ke daerah lain, sekecil apapun
ancaman disintegrasi bangsa masih tetap ada. Kurikulum harus mampu membentuk manusia
Indonesia yang mampu menyeimbangkan kebutuhan individu dan masyarakat untuk
memajukan jatidiri sebagai bagian dari bangsa Indonesia dan kebutuhan untuk
berintegrasi sebagai satu entitas bangsa Indonesia.
Dewasa
ini, kecenderungan menyelesaikan persoalan dengan kekerasan dan kasus pemaksaan
kehendak sering muncul di Indonesia. Kecenderungan ini juga menimpa generasi
muda, misalnya pada kasus-kasus perkelahian massal. Walaupun belum ada kajian
ilmiah bahwa kekerasan tersebut bersumber
dari
kurikulum, namun beberapa ahli pendidikan dan tokoh masyarakat menyatakan bahwa
salah satu akar masalahnya adalah implementasi kurikulum yang terlalu
menekankan aspek kognitif dan keterkungkungan peserta didik di ruang belajarnya
dengan kegiatan yang kurang menantang peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum
perlu direorientasi dan direorganisasi terhadap beban belajar dan kegiatan
pembelajaran yang dapat menjawab kebutuhan ini.
Berbagai
elemen masyarakat telah memberikan kritikan, komentar, dan saran berkaitan
dengan beban belajar siswa, khususnya siswa sekolah dasar. Beban belajar ini
bahkan secara kasatmata terwujud pada beratnya beban buku yang harus dibawa ke
sekolah. Beban belajar ini salah satunya berhulu dari banyaknya mata pelajaran yang ada di
tingkat sekolah dasar. Oleh karena itu kurikulum
pada tingkat sekolah dasar perlu diarahkan kepada peningkatan 3 (tiga) kemampuan dasar, yakni
baca, tulis, dan hitung serta pembentukan
karakter.
Berbagai
kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang, manipulasi, termasuk masih
adanya kecurangan di dalam Ujian Nasional/UN
menunjukkan mendesaknya upaya menumbuhkan budaya jujur dan antikorupsi melalui
kegiatan pembelajaran di dalam satuan pendidikan. Maka kurikulum harus mampu
memandu upaya karakterisasi nilai-nilai kejujuran pada peserta didik.
Pada
saat ini, upaya pemenuhan kebutuhan manusia telah secara nyata mempengaruhi
secara negatif lingkungan alam. Pencemaran, semakin berkurangnya sumber air
bersih, adanya potensi rawan
pangan pada berbagai belahan
dunia, dan pemanasan global merupakan tantangan yang harus dihadapi generasi
muda di masa kini dan di masa yang akan datang. Kurikulum seharusnya juga
diarahkan untuk membangun kesadaran dan kepedulian generasi muda terhadap
lingkungan alam dan menumbuhkan kemampuan untuk merumuskan pemecahan masalah
secara kreatif terhadap isu-isu lingkungan dan ketahanan pangan.
Dengan
berbagai kemajuan yang telah dicapai, mutu pendidikan Indonesia harus terus
ditingkatkan. Hasil studi
PISA (Program for
International Student Assessment), yaitu studi yang
memfokuskan pada literasi bacaan, matematika, dan IPA, menunjukkan
peringkat Indonesia baru bisa menduduki 10 besar terbawah dari 65 negara. Hasil
studi TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) menunjukkan siswa Indonesia berada pada ranking amat rendah
dalam kemampuan (1) memahami informasi yang komplek, (2) teori, analisis dan
pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah dan (4)
melakukan investigasi. Hasil
studi ini menunjukkan perlu ada perubahan
orientasi kurikulum dengan tidak membebani peserta didik dengan konten namun
pada aspek kemampuan esensial yang diperlukan semua warga negara untuk berperanserta
dalam membangun negara pada masa
mendatang.
C. PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN
KURIKULUM
Pengembangan
kurikulum didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:
1. Kurikulum
satuan pendidikan atau jenjang pendidikan bukan merupakan daftar mata pelajaran. Atas dasar
prinsip tersebut maka kurikulum sebagai rencana adalah rancangan untuk konten
pendidikan yang harus dimiliki oleh seluruh peserta didik setelah menyelesaikan
pendidikannya di satu satuan atau jenjang pendidikan tertentu. Kurikulum
sebagai proses adalah totalitas pengalaman belajar peserta didik di satu satuan
atau jenjang pendidikan untuk menguasai konten pendidikan yang dirancang dalam
rencana. Hasil belajar adalah perilaku peserta
didik secara keseluruhan dalam menerapkan perolehannya di masyarakat.
2. Standar kompetensi
lulusan ditetapkan untuk satu satuan pendidikan, jenjang pendidikan, dan
program pendidikan. Sesuai dengan kebijakan Pemerintah mengenai Wajib Belajar
12 Tahun maka Standar Kompetensi Lulusan yang menjadi dasar pengembangan
kurikulum adalah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik setelah mengikuti
proses pendidikan selama 12 tahun. Selain itu sesuai dengan fungsi dan tujuan
jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah serta fungsi dan tujuan dari
masing-masing satuan pendidikan pada setiap jenjang pendidikan maka
pengembangan kurikulum didasarkan pula atas Standar Kompetensi Lulusan pendidikan
dasar dan pendidikan menengah serta Standar Kompetensi satuan pendidikan.
3. Model
kurikulum berbasis kompetensi ditandai oleh pengembangan kompetensi berupa
sikap, pengetahuan, keterampilan
berpikir, dan keterampilan psikomotorik
yang dikemas dalam berbagai mata pelajaran. Kompetensi yang termasuk
pengetahuan dikemas secara khusus dalam satu mata pelajaran. Kompetensi yang
termasuk sikap dan ketrampilan dikemas dalam setiap mata pelajaran dan bersifat
lintas mata pelajaran dan
diorganisasikan dengan memperhatikan prinsip penguatan (organisasi horizontal)
dan keberlanjutan (organisasi vertikal) sehingga memenuhi prinsip akumulasi
dalam pembelajaran.
4. Kurikulum
didasarkan pada prinsip bahwa
setiap sikap, keterampilan
dan pengetahuan yang dirumuskan dalam kurikulum berbentuk Kemampuan Dasar dapat dipelajari dan
dikuasai setiap peserta didik (mastery learning) sesuai dengan kaedah kurikulum
berbasis kompetensi.
5. Kurikulum
dikembangkan dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan perbedaan dalam kemampuan dan minat. Atas dasar prinsip perbedaan
kemampuan individual peserta didik, kurikulum memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk memiliki tingkat penguasaan di atas standar yang telah
ditentukan (dalam sikap, keterampilan
dan pengetahuan). Oleh karena
itu beragam program
dan pengalaman belajar disediakan sesuai dengan minat dan kemampuan awal peserta
didik.
6. Kurikulum
berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta
lingkungannya. Kurikulum dikembangkan
berdasarkan prinsip bahwa peserta didik berada pada posisi sentral dan aktif dalam
belajar.
7. Kurikulum
harus tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu
pengetahuan, budaya, teknologi, dan seni berkembang secara dinamis.
Oleh karena
itu konten kurikulum harus selalu mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dan seni; membangun rasa ingin tahu dan
kemampuan bagi
peserta didik untuk mengikuti dan
memanfaatkan secara tepat hasil-hasil ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
8. Kurikulum
harus relevan dengan kebutuhan
kehidupan. Pendidikan
tidak boleh memisahkan peserta
didik dari lingkungannya dan pengembangan kurikulum didasarkan kepada prinsip relevansi pendidikan dengan
kebutuhan dan
lingkungan hidup. Artinya, kurikulum memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mempelajari permasalahan di
lingkungan masyarakatnya sebagai konten kurikulum dan kesempatan untuk
mengaplikasikan yang dipelajari di kelas dalam kehidupan di masyarakat.
9. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan,
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Pemberdayaan
peserta didik untuk belajar sepanjang hayat dirumuskan dalam sikap, keterampilan, dan pengetahuan dasar
yang dapat digunakan untuk mengembangkan budaya belajar.
10. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan
nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dikembangkan
melalui penentuan struktur kurikulum, Standar
Kemampuan/SK dan Kemampuan Dasar/KD
serta silabus. Kepentingan daerah dikembangkan untuk
membangun manusia yang tidak tercabut dari akar budayanya dan mampu
berkontribusi langsung kepada masyarakat di sekitarnya. Kedua kepentingan ini saling mengisi dan memberdayakan keragaman
dan kebersatuan yang dinyatakan dalam Bhinneka
Tunggal Ika untuk
membangun Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
11. Penilaian
hasil belajar ditujukan untuk mengetahui dan memperbaiki pencapaian kompetensi.
Instrumen penilaian hasil belajar adalah alat untuk mengetahui kekurangan yang
dimiliki setiap peserta didik atau sekelompok peserta didik. Kekurangan
tersebut harus segera diikuti dengan proses perbaikan
terhadap kekurangan dalam aspek hasil belajar
yang dimiliki seorang atau sekelompok peserta didik.
BAB II
STRUKTUR
KURIKULUM
Struktur
kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran, beban belajar, dan kalender
pendidikan. Mata pelajaran terdiri atas:
- Mata
pelajaran wajib diikuti oleh seluruh peserta didik di satu satuan pendidikan
pada setiap satuan atau jenjang pendidikan
- Mata pelajaran pilihan yang diikuti oleh peserta
didik sesuai dengan pilihan mereka.
Kedua
kelompok mata pelajaran tersebut (wajib dan pilihan) Sementara itu mengingat
usia dan perkembangan psikologis peserta didik usia 7 – 15 tahun maka mata
pelajaran pilihan belum diberikan untuk peserta didik SD dan SMP.
1. Struktur
Kurikulum SD
Beban
belajar dinyatakan dalam jam belajar setiap minggu untuk masa belajar selama
satu semester. Beban belajar di SD Tahun I, II, dan III masing-masing 30, 32, 34 sedangkan untuk Tahun
IV, V, dan VI masing-masing 36 jam setiap minggu. Jam belajar SD adalah 40
menit.
Struktur
Kurikulum SD adalah sebagai berikut:
MATA PELAJARAN
|
ALOKASI
WAKTU BELAJAR PER MINGGU
|
||||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
||
Kelompok A
|
|||||||
1.
|
Pendidikan Agama
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
2.
|
Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan
|
5
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
3.
|
Bahasa
Indonesia
|
8
|
8
|
10
|
10
|
10
|
10
|
4.
|
Matematika
|
5
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
Kelompok B
|
|||||||
1.
|
Seni Budaya
dan Keterampilan
(termasuk
muatan lokal)
|
4
|
4
|
4
|
6
|
6
|
6
|
2.
|
Pendidikan
Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan
(termasuk
muatan lokal)
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
Jumlah Alokasi
Waktu Per Minggu
|
30
|
32
|
34
|
36
|
36
|
36
|
= Pembelajaran Tematik Terintegrasi
|
Kelompok
A adalah mata pelajaran yang memberikan orientasi kompetensi lebih kepada aspek
intelektual dan afektif sedangkan kelompok B adalah mata pelajaran yang lebih
menekankan pada aspek afektif dan psikomotor.
Integrasi
konten IPA dan IPS adalah berdasarkan makna mata pelajaran sebagai organisasi
konten dan bukan sebagai sumber dari konten. Konten IPA dan IPS diintegrasikan
ke dalam mata pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia dan Matematika yang harus ada
berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran
yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran.
Pengintegrasian tersebut dilakukan dalam 2 (dua) hal, yaitu integrasi sikap,
kemampuan/keterampilan dan pengetahuan dalam proses pembelajaran serta
pengintegrasian berbagai konsep dasar yang berkaitan.
Tema memberikan makna kepada konsep dasar tersebut
sehingga peserta didik tidak mempelajari konsep dasar tanpa terkait dengan
kehidupan nyata. Dengan demikian, pembelajaran memberikan makna nyata kepada
peserta didik.
Tema yang dipilih berkenaan dengan alam dan kehidupan
manusia. Keduanya adalah pemberi makna yang substansial terhadap bahasa, PPKn,
matematika dan seni budaya karena keduanya adalah lingkungan nyata dimana
peserta didik dan masyarakat hidup. Disinilah kemampuan dasar/KD dari IPA dan
IPS yang diorganisasikan ke mata pelajaran lain yang memiliki peran penting
sebagai pengikat dan pengembang KD mata pelajaran lainnya.
Berdasarkan sudut pandang psikologis, tingkat
perkembangan peserta didik tidak cukup abstrak untuk memahami konten mata
pelajaran secara terpisah-pisah. Pandangan psikologi perkembangan dan Gestalt
memberi dasar yang kuat untuk integrasi KD yang diorganisasikan dalam
pembelajaran tematik. Dari sudut pandang transdisciplinarity
maka pengotakan konten kurikulum secara terpisah ketat tidak memberikan
keuntungan bagi kemampuan berpikir selanjutnya.
[S1]Apakah kutikulum ini masih menggunakan
Permendiknas nomor 22 dan 23 sebagai acuan? Karena kurikulum ini “merombak”
standar isi dan SKL (seperti yang telah didiskusikan pada forum Selasa—Kamis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar